Mengasah Motivasi Belajar Anak

|

Senin, 18 April 2011

Anak dengan tingkat kecerdasan tinggi belum tentu memiliki prestasi belajar yang baik. Namun, bila anak memiliki motivasi yang tinggi, maka
prestasi belajarnya biasanya baik.
Pada dasarnya setiap anak suka belajar. Mereka mau melakukan yang terbaik dalam rangka menumbuhkan kepercayaan diri dan pembentukan konsep diri yang positif. Masih ingatkah Anda pada balita Anda yang suka sekali bertanya ‘Kenapa?’ ‘Ini apa?’ ‘ Untuk apa?’ ‘ Punya siapa?’.
Pertanyaan itu seringkali meluncur tak berhenti dari mulut kecilnya.
Mereka juga menyukai guru, teman, orangtua, dan anggota keluarga yang
bangga terhadap diri mereka. Namun, kadang masalah muncul saat anak
sudah memasuki jenjang pendidikan formalnya di Sekolah Dasar (SD). Mulai
dari masalah sulit diajak belajar, enggan atau seperti terpaksa dalam
mengerjakan tugas sekolah sampai mogok masuk sekolah. Kondisi ini tentu
saja membuat catatan prestasi belajar anak buruk atau kurang baik.
Mengapa beberapa anak kehilangan motivasi belajar saat menempuh jenjang pendidikan formal? Apa yang harus dilakukan orangtua?
Mengoptimalkan kecerdasan
Motivasi belajar adalah faktor pendukung yang dapat mengoptimalkan
kecerdasan anak dan membawanya meraih prestasi. Anak dengan motivasi
belajar tinggi, umumnya akan memiliki prestasi belajar yang baik.
Sebaliknya, rendahnya motivasi akan membuat prestasi anak menurun.
Sebab, motivasi merupakan perubahan tenaga di dalam diri seseorang yang
ditandai dengan adanya dorongan afektif dan reaksi-reaksi untuk mencapai
tujuan. Motivasi akan mendorong anak berusaha sekuat tenaga untuk
mencapai tujuan belajar. Ia juga akan belajar dengan sungguh-sungguh
tanpa dipaksa.
Sri Rahmawati, Psi, Konsultan Pendidikan SDIT Nurul Fikri, mengatakan,
di usia SD, persepsi anak tentang motivasi belajar biasanya belum utuh.
Mereka belum terlalu mengerti mengapa harus sekolah, mengapa harus
berprestasi? Kemampuan anak untuk memiliki persepsi yang utuh tentang
motivasi belajar sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungannya; sikap
dan cara mengajar guru, pola didik orangtua dan sikap teman-temannya.
Diakui, peran orangtua cukup besar dalam menanamkan motivasi belajar
pada anak. Semakin sering orangtua memberikan semangat dan dorongan
untuk cinta belajar, memberikan teladan dalam keseharian, maka motivasi
belajar anak akan semakin besar.
Menurut Sri, penanaman motivasi belajar pada anak harus dilakukan sejak
dini agar lebih ajeg dan menetap dalam diri anak. Namun, katanya,
hendaknya orangtua tak hanya menekankan motivasi belajar untuk meraih
prestasi dalam bidang akademik semata. “Jangan melihat kecerdasan anak
dari ranking saja. Tapi, lihatlah bagaimana ia bersosialisasi, bagaimana
kreativitasnya, gerak tubuhnya, dan lain-lain,” tutur psikolog lulusan
Fakultas Psikologi UI ini menjelaskan.
Apa yang disampaikan Sri sejalan dengan hakikat belajar yang pada
dasarnya bertujuan untuk mengasah perubahan perilaku anak secara
menyeluruh (komprehensif), baik yang bersifat intelektual, emosional,
sosial, spiritual dsbnya. Seorang psikolog pendidikan asal Amerika
Serikat bernama Howard Gardner pernah melontarkan pertanyaan yang unik: “Pernahkah terpikir oleh Anda, jika seorang jenius musik seperti Mozart di tes IQ, berapa hasilnya? Sebaliknya, bisakah seorang Einstein
menciptakan lagu seperti Mozart atau melukis seperti Leonardo Da Vinci?
Pertanyaan ini kemudian mendorong Gardner untuk berteori bahwa
kecerdasan pada hakikatnya tidak hanya satu macam, melainkan sedikitnya
ada 8 macam. (Yaitu) kecerdasan bahasa, kecerdasan ilmu pasti,
kecerdasan ilmu alam, kecerdasan gerak seperti pada penari dan
olahragawan, kecerdasan musik, kecerdasan untuk menganalisis diri
sendiri, kecerdasan antar pribadi sehingga membuat anak mudah bergaul
dan kecerdasan ruang, misalnya pelukis, disainer, arsitek. Teori Gardner
ini masih memerlukan penelitian lebih lanjut, khususnya tentang metode
pengukuran dari masing-masing jenis kecerdasan itu (yang dalam bidang IQ
sudah sangat canggih) dan apakah jenis-jenis kecerdasan itu berhenti
pada 8 atau 11 jenis saja, atau masih bisa bertambah lagi?
Dengan ragam kecerdasan di atas, tentu saja tidak adil jika orangtua
hanya mengasah motivasi belajar anak atau memberi penghargaan dengan
ukuran nilai akademis. Dalam beberapa kasus, anak yang prestasi
akademiknya kurang, saat di lapangan olahraga, misalnya, ia menjadi
juara dan mendapat penghargaan yang sepatutnya dari guru atau orangtua,
motivasi belajarnya di kelas bertambah dan prestasinya pun perlahan
membaik.
Jadi, adanya penghargaan dari lingkungan terhadap hal-hal positif lain
(bukan cuma ranking di kelas) yang dilakukan anak dapat memacu tumbuhnya motivasi belajar di kelas.
Beberapa faktor penting
Menurut Sri, banyak faktor yang berhubungan dengan motivasi
belajar anak. Bisa berasal dari anak, guru, orangtua, sekolah, atau
teman-temannya. Bila anak mengalami penurunan prestasi belajar akibat
menurunnya motivasi, maka orangtua perlu segera memperhatikan beberapa hal berikut ini.
- Apakah anak mengalami masalah dengan penglihatannya? Masalah pada
penglihatan akan mengganggu kemampuan belajar anak. Bila terjadi
gangguan pada mata dan penglihatannya, maka anak pun akan kesulitan
membaca tulisan di papan tulis atau di buku. Tentu saja hal itu juga
akan berdampak pada aktivitas olahraganya. Apakah Anda sudah
memeriksakan penglihatannya pada dokter mata pada saat usianya mencapai enam tahun?
- Pastikan apakah anak Anda mendapatkan makanan yang cukup dan bugar
berolahraga? Makanan yang cukup dan badan yang bugar karena berolahraga
membuat keadaan fisik anak dalam keadaan baik.
- Pastikan agar anak cukup beristirahat di malam hari. Istirahat yang
cukup membuat anak belajar dalam kondisi yang prima. Sebaliknya, bila
istirahatnya tidak cukup, maka ia akan mengantuk saat belajar.
- Pastikan apakah ia memiliki waktu belajar yang teratur. Latihlah agar
anak memiliki keteraturan dalam menjalankan rutinitasnya, termasuk soal
belajar. Sepakatilah waktu belajarnya setiap hari, jam lima sore,
sesudah maghrib, atau waktu lain sesuai dengan kesepakatan Anda dan
anak. Dengan memiliki keteraturan waktu belajar sejak kecil, maka
belajar akan menjadi kebiasaan yang menetap.
- Pastikan, apakah ia sudah memiliki tempat belajar yang nyaman. Tempat
belajar yang menyenangkan akan meningkatkan semangat belajar anak.
Sebaliknya, tempat belajar yang tidak menyenangkan anak membuat semangat belajarnya menurun.
- Pastikan, apakah Anda sudah memberikan semangat belajar padanya dan
memberikan penghargaan terhadap usaha belajarnya. Jangan memaksakan
kehendak Anda pada anak. Tapi, berikanlah penghargaan atas usaha yang
telah dilakukannya.
- Apakah Anda sudah meluangkan waktu untuk berdiskusi secara teratur
dengan guru kelasnya? Temukan masalah apa yang dihadapi oleh anak?
Pelajaran apa yang perlu mendapat perhatian tambahan di rumah dan
seterusnya. Ketahuilah, guru kelas akan sangat senang bila orangtua
secara proaktif berdiskusi dan menanyakan perkembangan anaknya di dalam kelas. Karena, bila dengan begitu, akar dari masalah menurunnya motivasi belajar anak akan segera diketahui. Sebaliknya, tanpa peran aktif dari orangtua, masalah ini akan berlarut-larut.
- Pastikan, apakah orangtua tidak memberikan kontribusi masalah pada
diri anak? Misalnya, konflik yang terjadi pada diri orangtua seringkali
membuat anak menjadi tak nyaman. Bila anak tak memiliki kenyamanan hati, tak heran bila ia akan kehilangan motivasi untuk berprestasi.
- Apakah hubungannya dengan teman, guru dan orang-orang di lingkungan
sekolahnya dalam keadaan baik? Bila anak memiliki gangguan dengan
orang-orang yang berada dalam lingkungan sekolah, ada kemungkinan dapat menurunkan motivasi belajarnya.
Menjaga agar anak tetap memiliki motivasi belajar adalah hal yang mendasar. Sebab motivasi adalah bahan bakar bagi prestasi belajar anak.
Sumber : http://tamanbacalimade.wordpress.com/2009/09/04/mengasah-motivasi-belajar-anak/

Free Template Blogger collection template Hot Deals SEO

0 komentar:

Posting Komentar